Komunikasi dan Interaksi ABK



“ PENGERTIAN PRAGMATIK, SEMANTIK, SINTAKSIS, MORFOLOGI DAN FONOLOGI “

Mata Kuliah  : Komunikasi dan Interaksi ABI
Dosen            : Dra. Elly Sri Melinda,M.MPd 


Ø  PRAGMATIK


BEBERAPA DEFINISI PRAGMATIK BERDASARKAN PARA AHLI:

1.      studies meaning in relation to speech situation (Leech, 1983).

2.      cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam komunikasi (Wijana, 1996: 2).

            Cukup banyak kiranya batasan atau definisi mengenai pragmatik. Levinson (1987: 1-53), misalnya, membutuhkan 53 halaman hanya untuk menerangkan apakah pragmatik itu dan apa saja yang menjadi cakupannya. Di sini dikutipkan beberapa di antaranya yang dianggap cukup penting.

ü  Pragmatik adalah kajian mengenai hubungan antara tanda (lambang) dengan penafsirnya, sedangkan semantik adalah kajian mengenai hubungan antara tanda (lambang) dengan objek yang diacu oleh tanda tersebut.

ü  Pragmatik adalah kajian mengenai penggunaan bahasa, sedangkan semantik adalah kajian mengenai makna.

ü  Pragmatik adalah kajian bahasa dan perspektif fungsional, artinya kajian ini mencoba menjelaskan aspek-aspek struktur linguistik dengan mengacu ke pengaruh-pengaruh dan sebab-sebab nonlinguistik.

ü  Pragmatik adalah kajian mengenai hubungan antara bahasa dengan konteks yang menjadi dasar dari penjelasan tentang pemahaman bahasa.

ü  Pragmatik adalah kajian mengenai deiksis, implikatur, praanggapan, tindak tutur, dan aspek-aspek struktur wacana.

ü  Pragmatik adalah kajian mengenai bagaimana bahasa dipakai untuk berkomunikasi, terutama hubungan antara kalimat dengan konteks dan situasi pemakaiannya.


            Dari beberapa definisi tersebut dapat dipahami bahwa cakupan kajian pragmatik sangat luas sehingga sering dianggap tumpang tindih dengan kajian wacana atau kajian sosiolinguistik. Yang jelas disepakati ialah bahwa satuan kajian pragmatik bukanlah kata atau kalimat, melainkan tindak tutur atau tindak ujaran (speech act).


            Stephen C. Levinson telah mengumpulkan sejumlah batasan pragmatik yang berasal dari berbagai sumber dan pakar, yang dapat dirangkum seperti berikut ini.

Ø  Pragmatik adalah telaah mengenai hubungan tanda-tanda dengan penafsir (Morris, 1938:6). Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dan penyimak dalam menyusun korelasi dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat dengan suatu proposisi (rencana, atau masalah). Dalam hal ini teori pragmatik merupakan bagian dari performansi.

Ø  Pragmatik adalah telaah mengenai hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatisasikan atau disandikan dalam struktur sesuatu bahasa.

Ø  Pragmatik adalah telaah mengenai segala aspek makna yang tidak tercakup dalam teori semantik, atau dengan perkataaan lain: memperbincangkan segala aspek makna ucapan yang tidak dapat dijelaskan secara tuntas oleh referensi langsung kepada kondisi-kondisi kebenaran kalimat yang ciucapkan. Secara kasar dapat dirumuskan: pragmatik = makna - kondisi-kondisi kebenaran.

Ø  Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain: telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.

Ø  Pragmatik adalah telaah mengenai deiksis, implikatur, anggapan penutur (presupposition), tindak ujar, dan aspek struktur wacana.


            Parker (1986: 11), pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal structure of language. Pragmatics is the study of how language is used to communicate.

            Pragmatik sebenarnya merupakan bagian dari ilmu tanda atau semiotics atau semiotika. Pemakaian istilah pragmatik (pragmatics) dipopulerkan oleh seorang filosof bernama Charles Morris (1938), yang mempunyai perhatian besar pada ilmu pengetahuan tentang tanda-tanda, atau semiotik (semiotics). Dalam semiotik, Morris membedakan tiga cabang yang berbeda dalam penyelidikan, yaitu: sintaktik (syntactics) atau sintaksis (syntax) yaitu telaah tentang relasi formal dari tanda yang satu dengan tanda yang lain (mempelajari hubungan satuan lingual dengan satuan lingual lain: tanda dengan tanda);  semantik (semantics) yaitu telaah tentang hubungan tanda-tanda dengan objek di mana tanda-tanda itu diterapkan (ditandainya) (atau hubungan antara penanda dan petanda (signifiant dan signifie/yang ditandai)); dan pragmatik yaitu telaah tentang hubungan tanda-tanda dengan penafsir (interpreters). Ketiga cabang tersebut kemudian lebih dikenal dengan teori trikotomi.

Ø  SEMANTIK
Semantik (dari Bahasa Yunani: semantikos, memberikan tanda, penting, dari kata sema, tanda) adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata lain, Semantik adalah pembelajaran tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada konteks tertentu.
Ø  SINTAKSIS

Kata sintaksis berasaldari kata Yunani (sun = ‘dengan’ + tattein ‘menempatkan’. Jadi kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.[8] Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan[9]. Sama halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata.Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah frase, kalusa,dan kalimat. Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk kalimat.
Ramlan (1981:1) mengatakan: “Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase .”.

 Sintaksis adalah salah satu cabang tata bahasa yang membicarakan struktur-struktur kalimat, klausa, dan frase.

Ø Definisi atau batasan sintaksis menurut para ahli

- Hari Murt Kridalaksana (1993)
Sintaksis adalah subsistem bahasa yang mencakup tentang kata yang sering dianggap bagian dari gramatika yaitu morfologi dan cabang linguistic yang mempelajari tentang kata.
- O’ Grady, et. al., (1997)

“the system of the rules and categories that underlines sentence formation in human language.”
Artinya: Aturan dalam sistem pola kalimat dasar dalam bahasa manusia.
Sumber:
Buku Ihwal Ilmu Bahasa dan Cakupannya. Karangan Suherlan dan Odien. R
Pengajaran Sintaksis Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan.
- Ramlah (2001:18)

Istilah sintaksis (Belanda, Syntaxis) ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase.
- Gleason (1955)
“Syntax maybe roughly defined as the principles of arrangement of the construction (word) into large constructions of various kinds.”
Artinya: sintaksis mungkin dikaitkan dari definisi prinsip aransement konstruksi (kata) kedalam konstruksi besar dari bermacam-macam variasi.
- Ramlah (1976:57)
Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membicarakan struktur farase dan kalimat.
- Hari Murt Kridalaksana (1993)Mendefinisikan sintaksis sebagai pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa. Satuan terkecil dalam bidang ini adalah kata.

Ø  MORFOLOGI
Morfologi adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. (http://id.wikipedia.org/wiki/linguistik).
Kata Morfologi berasal dari kata morphologie. Kata morphologie berasal dari bahasa Yunani morphe yang digabungkan dengan logos. Morphe berarti bentuk dan dan logos berarti ilmu. Bunyi [o] yang terdapat diantara morphed an logos ialah bunyi yang biasa muncul diantara dua kata yang digabungkan. Jadi, berdasarkan makna unsur-unsur pembentukannya itu, kata morfologi berarti ilmu tentang bentuk.
Dalam kaitannya dengan kebahasaan, yang dipelajari dalam morfologi ialah bentuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan makna (arti) yang muncul serta perubahan kelas kata yang disebabkan perubahan bentuk kata itu, juga menjadi objek pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata lain, secara struktural objek pembicaraan dalam morfologi adalah morfem pada tingkat terendah dan kata pada tingkat tertinggi.Itulah sebabnya, dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk kata (struktur kata) serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap makna (arti) dan kelas kata.

Ø  FONOLOGI
Pengertia fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi ini berasal dari gabungan dua kata Yunani yaitu phone yang berarti bunyi dan logos yang berarti tatanan, kata, atau ilmu disebut juga tata bunyi. Fonologi terbadi dari dua bagian, yaitu Fonetik dan Fonemik.Fonetik adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia.
Fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.
istilah lain yang berkaitan dengan Fonologi antara lain fona, fonem, konsonan, dan vokal.

fona adalah bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti, sedang fonem ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi fonem berbeda dengan huruf.
Unluk menghasilkan suatu bunyi atau fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu :
  1. udara,
  2. artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak, dan
  3. titik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator.
Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan. Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar dengan rintangan, dalam hal ini yang dimaksud dengan rintangan dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi artikulator
 



PERKEMBANGAN KOMUNIKASI VERBAL DAN NON VERBAL
KOMUNIKASI VERBAL
Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.
Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada kesepakatan di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat dibuat menurut peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti. Kalimat dalam bahasa Indonesia Yang berbunyi ”Di mana saya dapat menukar uang?” akan disusun dengan tatabahasa bahasa-bahasa yang lain sebagai berikut:
· Inggris: Dimana dapat saya menukar beberapa uang? (Where can I change some money?).
· Perancis: Di mana dapat saya menukar dari itu uang? (Ou puis-je change de l’argent?).
· Jerman: Di mana dapat saya sesuatu uang menukar? (Wo kann ich etwasGeld wechseln?).
  • Spanyol: Di mana dapat menukar uang? (Donde puedo cambiar dinero?).
Tatabahasa meliputi tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi merupakan pengetahuan tentang bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan pengetahuan tentang cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan tentang arti kata atau gabungan kata-kata.
Menurut Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana,2005), bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.
  1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
  2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
  3. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication: Principles, Contexts, and Skills, mengemukakan agar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:
· Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa lalu sampai pada kemajuan teknologi saat ini.
· Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.
· Untuk menciptakan koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita.
Keterbatasan Bahasa:
· Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.
Kata-kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata pada dasarnya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak.
Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, misalnya baik-buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.
· Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.
Kata-kata bersifat ambigu, karena kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula. Kata berat, yang mempunyai makna yang nuansanya beraneka ragam*. Misalnya: tubuh orang itu berat; kepala saya berat; ujian itu berat; dosen itu memberikan sanksi yang berat kepada mahasiswanya yang nyontek.
· Kata-kata mengandung bias budaya.
Bahasa terikat konteks budaya. Oleh karena di dunia ini terdapat berbagai kelompok manusia dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan bila terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka menggunakan kata yang sama. Misalnya kata awak untuk orang Minang adalah saya atau kita, sedangkan dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu.
Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis yang artinya sama. Komunikasi hanya terjadi bila kita memiliki makna yang sama. Pada gilirannya, makna yang sama hanya terbentuk bila kita memiliki pengalaman yang sama. Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideologi yang sama; pendeknya mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isomorfisme total.
· Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.
Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan kekeliruan persepsi. Contoh: apa yang ada dalam pikiran kita ketika melihat seorang pria dewasa sedang membelah kayu pada hari kerja pukul 10.00 pagi? Kebanyakan dari kita akan menyebut orang itu sedang bekerja. Akan tetapi, jawaban sesungguhnya bergantung pada: Pertama, apa yang dimaksud bekerja? Kedua, apa pekerjaan tetap orang itu untuk mencari nafkah? .... Bila yang dimaksud bekerja adalah melakukan pekerjaan tetap untuk mencari nafkah, maka orang itu memang sedang bekerja. Akan tetapi, bila pekerjaan tetap orang itu adalah sebagai dosen, yang pekerjaannya adalah membaca, berbicara, menulis, maka membelah kayu bakar dapat kita anggap bersantai baginya, sebagai selingan di antara jam-jam kerjanya.
Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk lambang (verbal atau nonverbal). Proses ini lazim disebut penyandian (encoding). Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik (lihat keterbatasan bahasa di atas), untuk itu diperlukan kecermatan dalam berbicara, bagaimana mencocokkan kata dengan keadaan sebenarnya, bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang menyebabkan kerancuan dan kesalahpahaman.
___________________
* Makna dapat pula digolongkan ke dalam makna denotatif dan konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (faktual), seperti yang kita temukan dalam kamus dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Makna konotatif adalah makna yang subyektif, mengandung penilaian tertentu atau emosional (lihat Onong Effendy, 1994, h. 12)
Daftar Pustaka:
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya.
KOMUNIKASI NONVERBAL
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Secara teoritis komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun dalam kenyataannya, kedua jenis komunikasi ini saling jalin menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari-hari.
Klasifikasi pesan nonverbal.
Jalaludin Rakhmat (1994) mengelompokkan pesan-pesan nonverbal sebagai berikut:
  • Pesan kinesik. Pesan nonverbal yang menggunakan gerakan tubuh yang berarti, terdiri dari tiga komponen utama: pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural.
Pesan fasial menggunakan air muka untuk menyampaikan makna tertentu. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa wajah dapat menyampaikan paling sedikit sepuluh kelompok makna: kebagiaan, rasa terkejut, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan, pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad. Leathers (1976) menyimpulkan penelitian-penelitian tentang wajah sebagai berikut: a. Wajah mengkomunikasikan penilaian dengan ekspresi senang dan taksenang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; b. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan; c. Wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi situasi; d. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri; dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian.
Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan seperti mata dan tangan untuk mengkomunikasi berbagai makna.
Pesan postural berkenaan dengan keseluruhan anggota badan, makna yang dapat disampaikan adalah: a. Immediacy yaitu ungkapan kesukaan dan ketidak sukaan terhadap individu yang lain. Postur yang condong ke arah yang diajak bicara menunjukkan kesukaan dan penilaian positif; b. Power mengungkapkan status yang tinggi pada diri komunikator. Anda dapat membayangkan postur orang yang tinggi hati di depan anda, dan postur orang yang merendah; c. Responsiveness, individu dapat bereaksi secara emosional pada lingkungan secara positif dan negatif. Bila postur anda tidak berubah, anda mengungkapkan sikap yang tidak responsif.
  • Pesan proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.
  • Pesan artifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relatif menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, dan kosmetik.
  • Pesan paralinguistik adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Pesan ini oleh Dedy Mulyana (2005) disebutnya sebagai parabahasa.
  • Pesan sentuhan dan bau-bauan.
Alat penerima sentuhan adalah kulit, yang mampu menerima dan membedakan emosi yang disampaikan orang melalui sentuhan. Sentuhan dengan emosi tertentu dapat mengkomunikasikan: kasih sayang, takut, marah, bercanda, dan tanpa perhatian.
Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian) telah berabad-abad digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan –menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis.
Fungsi pesan nonverbal.
Mark L. Knapp (dalam Jalaludin, 1994), menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:
  1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan saya, saya menggelengkan kepala.
  2. Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpa sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
  3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya anda ’memuji’ prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata ”Hebat, kau memang hebat.”
  4. Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
  5. Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja.
Sementara itu, Dale G. Leathers (1976) dalam Nonverbal Communication Systems, menyebutkan enam alasan mengapa pesan verbal sangat signifikan. Yaitu:
a. Factor-faktor nonverbal sangat menentukan makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatamuka, kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan nonverbal. Pada gilirannya orang lainpun lebih banya ’membaca’ pikiran kita lewat petunjuk-petunjuk nonverbal.
b. Perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan noverbal ketimbang pesan verbal.
c. Pesan nonverbal menyampaikan makna dan maksud yang relatif bebas dari penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pesan nonverbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar.
d. Pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memeperjelas maksud dan makna pesan. Diatas telah kita paparkan pesan verbal mempunyai fungsi repetisi, substitusi, kontradiksi, komplemen, dan aksentuasi.
e. Pesan nonverbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan dengan pesan verbal. Dari segi waktu, pesan verbal sangat tidak efisien. Dalam paparan verbal selalu terdapat redundansi, repetisi, ambiguity, dan abtraksi. Diperlukan lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikiran kita secara verbal.
f. Pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan dan emosi secara tidak langsung. Sugesti ini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (tersirat).
Daftar pustaka:
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya.

0 komentar:

Posting Komentar